Si Kulop Ali Part. 3 - natasabar.com

Friday 25 March 2016

thumbnail

Si Kulop Ali Part. 3



    



     Doa sang ibu kepada Allah menyeruak dalam ingatan Kulop Ali. Ia berharap agar apa yang diharapkan ibunya untuk dirinya akan terjadi. ibu Kulop Ali. Ibu Kulop Ali berharap agar ia memiliki seorang menantu dan memiliki cucu, mengingat kondisi kesehatannya semakin mengkhawatirkan maka ia pun ingin segera itu terjadi.

       Dulu, sewaktu sekolah Si Kulop Ali bukan termasuk anak yang pandai dan cerdas, ia lebih sering bergaul dengan sahabat-sahabatnya yang ugal-ugalan. Ayahnya adalah seorang Tentara yang pernah bertugas di perbatasan Papua dan baru saja pensiun dari tugasnya, ibunya sudah lama sakit-sakitan. Si Kulop memang tidak banyak belajar agama, sholat pun sudah lama tak dikerjakan, bahkan iapun lupa bagaimana sholat itu dikerjakan. Kenakalan yang ia dapati dari pergaulan telah menjauhinya dari agama.  Padahal ayah dan ibunya adalah orang yang boleh dikatakan rajin beribadah. Saat kakeknya masih ada di dunia, Kakeknya mengajar ngaji di desa. Banyak orang-orang belajar kepada kakeknya.
Minggu ini, Annisa memberi kabar baik kepada Si Kulop Ali, bahwa salam yang ia titipkan telah berbalas. 

“ Bang Ali, Zahra juga titip salam buat Abang, ia bahkan memberikan Pin BB nya buat abang!” Kata Annisa  kepada Si Kulop Ali. Bukan main girangnya hati si Kulop Ali, Pucuk Cinta Ulam Pun Tiba. Tapi hati Kulop Ali tetap gelisah, karena ia merasa bersalah, dan ia merasa bahwa dirinya adalah pencuri yang pernah dihajar Zahra. 

“Kenapa abang diam?” tanya Annisa kepada Si Kulop Ali, hingga si Kulop terkejut.
“ Ohh, tidak apa-apa!” Jawab Kulop Ali.
“Oh ya terima kasih, ya atas bantuannya”. Lanjut Kulop Ali
“ Sama-sama Bang”. Jawab Annisa.

Si Kulop Ali, mulai memainkan jarinya di tas tombol-tombol Blackberry yang ia miliki.
“e..1..3..2..5..7..8..f..e” angka dan huruf pun ia ketikkan di tombol BB.
Di ujung  sana seorang dara juga sedang memperhatikan Hape-nya, undangan BBM pun diterimanya.
Gadis itu agak terkejut, karena yang ia lihat di hape adalah gambar seorang pernah ia pukul.
“ Hai, apa kabar?” itulah kata yang terkirim di BBM Kulop Ali saat pertama kali ia berkenalan.
“baik”. Balas sang gadis.

“ Bolehkan aku mengenalmu. Aku sudah berjanji akan berubah dan kini aku terus belajar untuk menjadi baik, saat kau pukul aku ternyata kau telah menyadarkan aku. Terimalah salam persahabatan ini.” Kalimat panjang telah terbaca oleh sang gadis, rasa haru dihati membuat ia terdiam sesaat. Ia merasa tidak mungkin seorang yang pernah mencuri menjadi sahabatnya.
Tiada  balasan pun yang diterima si Kulop. Kulop pun mulai gelisah, jangan-jangan Zahra tidak ingin mengenalnya. Satu hari, dua hari, tiga hari belum juga ada balasan di Hape BBM-NYA.

       Orang-orang yang hadir di persepsi pernikahan malam, berangsur-angsur perlahan pergi. Setelah mengucapkan selamat dan mendoakan sang pengantin. Si pengantin pria sangatlah bahagia, terlihat di wajahnya bak bulan purnama. Sang Istri pun tak kalah bahagia, bahagia karena ia telah memenuhi keinginan orang tuanya agar ia segera berumah tangga. Usia yang sudah begitu dewasa, mungkin itulah yang mengkhawatirkan hati orang tuanya. Irama musik tradisional mengalun dengan syair-syair yang indah menghiasi malam sang pengantin berdua. Mata Kulop Ali masih melihat jauh ke suatu tempat di dalam pikirannya.
“ Bu, aku mau nikah!” Kata Kulop Ali saat menghampiri ibunya dan mengejutkan ibunya yang saat itu sedang duduk di tepi jendela.      Ayahnya sudah tertidur di kamar
“ Nikah. Nikah dengan siapa?” Tanya Ibunya.
“ Dengan anak pak haji Karman.” Jawab si Kulop.
“ Memangnya kamu pacaran sama anak pak haji?” Tanya Ibunya penasaran.
“Tidak bu, tapi aku tahu  dia”. Jawab Kulop Ali.
“Boleh kan, Bu”. Lanjut Kulop Ali memelas dan merayu ibunya.
Ibu Kulop Ali masih lingliung heran dengan keinginan anak semata wayangnya. Tapi yang namanya jodoh itu sudah diatur oleh yang maha kuasa, yakni Allah subhanahu wata’ala. Tiba-tiba ibu si Kulop melanjutkan kata-katanya.
“Ya baiklah, jum’at besok ibu akan ke sana dengan ayahmu”. 
Acara lamaran pun dimulai, pagi  jum’at  itu, ibu dan ayah si Kulop mendatangI rumah pak Haji Karman. Mereka disambut ramah oleh sang punya rumah dan dipersilahkan duduk di ruang tamu. Jam dinding menunjukkan Pukul Sembilan, dua  jam lagi sholat Jum’at akan dilaksanakan.
“ Bang Soleh, rasanya sudah lama kita tak bertemu, sekarang bagaimana kabar abang?” Haji Karman membuka pembicaraan mereka. Mereka duduk berhadapan di atas kursi sofa berukir, istri pak soleh duduk di sebelahnya. Haji Karman dan Soleh sudah saling kenal bahkan mereka adalah sahabat lama.
“ Ia, Man. Saya lama bertugas di Papua, Alhamdulillah sekarang sehat-sehat saja”. Jawab  Pak Soleh yang tak lain adalah ayahnya Si Kulop Ali.
“ Kira-kira angin apa yang membawa abang dan kakak kemari?” Lanjut Haji Karman.







Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

Popular Posts