Uang selalu
jadi topik utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin bisa dikatakan tanpa uang kita tidak bisa apa-apa. Semua
manusia mesti memiliki uang tak terkecuali anak kecil. Bicara soal uang, tak
akan mampu menyelesaikan masalah setiap insan di masyarakat, karena uang tanpa
dicari tak akan datang. Ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
uang, ada yang pas-pasan hidupnya dengan uang, ada yang sampai berlebihan
dengan uang namun uang meresahkan hatinya, bahkan ada yang sampai menuhankan
uang, masha Allah.
Di zaman yang serba uang ini hidup
semakin sulit, kemiskinan semakin bertambah, kesenjangan meningkat, penjahat
semakin lihai. Itulah yang terjadi saat ini, seakan-akan tanpa uang kita tak
bisa hidup. Namun, bagi orang yang beriman dan memelihara ketaqwaan, masalah
yang berhubungan dengan uang bukanlah masalah yang pelik dan menyempitkan.
Karena, sebagai hamba Allah, itu semua dapat dilalui dengan memohon pertolongan
Allah dan bersabar. Saya jadi teringat syair lagu Bang Aji, Tiada orang yang tak suka, pada
yang bernama rupiah, walaupun harus nyawa menjadi taruhannya, banyak orang yang
rela cuma karena rupiah. Karena uang juga persaudaaran menjadi jauh, bahkan
terpecah. ada yang bilang "kita berdulur tapi uang tidak", Innalillahi
wainalaihi roji'un hancurlah sudah umat ini jika demikian.
Uang bukanlah sumber kehidupan, uang hanyalah sebuah alat pertukaran. Dengan
uang, semua serba mudah untuk diraih. Pada zaman dahulu orang
mengadakan pembayaran dengan cara barter atau pertukaran barang. Hal ini
terjadi karena manusia menyadari akan kebutuhan dan ketergantungannya antara
satu dengan yang lainnya. Yang satu memiliki ikan dan membutuhkan sayur, yang
lain memiliki sayur dan membutuhkan ikan, maka terjadilah tukar menukar barang
kebutuhan yang disebut dengan barter. Demikian dengan barang-barang yang
lainnya. Cara pertukaran barang yang demikian lama-kelamaan mengalami banyak
kendala, karena belum tentu barang yang dimiliki dibutuhkan orang lain. Maka
terjadilah kesepakatan bahwa barang yang langka dapat ditukarkan dengan
bermacam-macam barang, karena barangnya langka dan dibutuhkan banyak orang.
Barang-barang yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah barang yang diterima
dan dibutuhkan oleh umum. Seiring
dengan perkembangan zaman, orang-orang mencari solusi agar dapat melakukan
pembayaran dengan mudah, mulai dari menggunakan logam hingga kertas.
Namun, sebagai orang beriman hendaknya kita waspada akan uang dan harta yang
akan kita raih itu. Ingatlah sabda Rasulullah SAW:
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata:" Rasulullahshallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Binasalah (semoga binasa) hamba
dinar, dirham, kain tebal dan sutra. Jika diberi maka ia ridha jika tak diberi
maka ia tak ridha." (HR. al-Bukhari)
Hamba Dinar maksudnya ialah hamba uang, yakni orang yang menjadikan uang
sebagai segalanya tanpa mempedulikan kebutuhannya terhadap Tuhan yang telah
menjadikan uang itu sebagai alat pertukaran. Hingga ia lupa bahwa dirinya pun
membutuhkan yang lain selain uang.
Bicara mengenai uang, kemarin kawan saya
baru saja memutuskan untuk tidak membayarkan BPJS lagi. Alasannya pun sangat
jelas, yaitu kenaikan iuran BPJS sedangkan keuangannya tak akan mendukung hal
itu. Uang adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam program ini, kalau tak pakai
uang yah apa mesti pakai daun. Kemudian, pendapatan harian tidak lagi seperti
dahulu, dimana harga karet masih di atas normal sedangkan peredaran rupiah di daerah
Muratara Propinsi Sumatera Selatan khususnya dominan bergantung pada karet. Ini
mungkin cobaan dari Allah untuk kita, agar lebih teliti memanfaatkan rezki yang
Allah limpahkan. Karena uang pula,
banyak pemuda (laki-laki) yang menunda untuk menikah. Untuk alasannya pun
kembali lagi kepada uang. Permintaan mahar yang terlalu tinggi, yang kadang
membuat putus asa bagi pemuda hingga akhirnya memilih jalan pintas (melarikan anak gadis orang),
kalau di tempat saya ini disebut “lari
maling” atau “berlarian” biasanya
mereka akan tinggal di rumah ketua adat, Ketua RT, atau Kadus sebuah kampung.
Setelah dilarikan, kemudian keluarga
yang bersangkutan mengadakan damai yang sering disebut “ngaku salah”, yang pada akhirnya keluarga sang gadislah yang harus
mengalah dan menurunkan harga (maaf)
mahar. Padahal, jika saja mereka mengerti islam, islam itu sangat sederhana dan
mudah serta memudahkan. Islam memuliakan
wanita yang meminimalkan mahar, dan
menyukai laki-laki yang meninggikan mahar.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments