Post With Label Artikel - natasabar.com natasabar.com: Artikel - All Post
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Friday 11 March 2022

thumbnail

Maafkanlah dia agar Allah memaafkan kita bag. 2


 Baca kisah berikut, keutamaan orang yang tidak hasad dan dendam

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,



“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun berkata, ‘Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga.’ Maka munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, “Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?” Maka orang tersebut menjawab, “Silakan.”

 

Baca Juga : Menjadi guru adalah panggilan hidup! 

 

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya,



“Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. ‘Abdullah bertutur, ‘Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.’


Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun berkata kepadanya, ‘Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali bahwa akan muncul kala itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang muncul, maka aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat.’ Abdullah bertutur,

 

فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ


‘Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang lain.’ Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui.” (HR. Ahmad, 3: 166. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)


Baca Juga : Mengenal situs mediakomen.com dan apa manfaatnya bagi youtuber, instagram dan blogger 

 

 
Maafkan dan Hapuslah Dendam



Kesimpulan mudahnya dari ayat yang kita bahas, maafkanlah orang yang berbuat salah kepada kita, semoga Allah memaafkan kesalahan kita pula. Tak perlu kita menuntut balasan kesalahan dia di akhirat, karena kita juga belum tentu selamat. Kalau kita masih kurang puas dengan alasan ini, ingat saja bahwa Allah itu Maha Pengampun. Semua dosa kita itu dimaafkan oleh Allah ketika kita mau bertaubat nashuha walaupun itu dosa syirik dan dosa besar. Lantas kenapa kita sebagai manusia tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, padahal bisa jadi itu hanya kesalahan kecil atau kesalahan yang hanya sekali atau itu kesalahan yang bisa dimaafkan agar tidak membuat hati kita sakit.



Sumber https://rumaysho.com/28515-sudahlah-maafkanlah-dia-agar-allah-memaafkan-kita.html

Via HijrahApp

thumbnail

Maafkanlah dia agar Allah memaafkan kita bag.1

 
Maafkanlah dia agar Allah memaafkan kita. Semoga kita bisa menghilangkan dendam, kesalahan orang lain tak perlu kita tuntut di akhirat.


Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22)

 

Baca Juga : Pengertian Filsafat dan bagaimana pandangan agama 

 

Penjelasan ayat

Disebutkan oleh Aisyah saat ujian yang menimpanya ketika difitnah berselingkuh, ia mengatakan,

“Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan sepuluh ayat (terbebasnya Aisyah dari tuduhan selingkuh), maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu–beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah radhiyallahu ‘anhu karena masih ada hubungan kerabat dan karena ia orang fakir–berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah.’ Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut (yang artinya), “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)


“Lantas Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuniku.’ Kemudian beliau kembali memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan ia berkata, ‘Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai persoalanku. Beliau berkata, ‘Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau yang kamu lihat?’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah baik.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, ‘Dialah di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyaingiku dalam hal kecantikan, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dengan sifat wara’. Sedangkan saudara perempuannya, Hamnah binti Jahsy radhiyallahu ‘anha bertentangan dengannya. Maka, binasalah orang-orang yang binasa.” (HR. Bukhari, no. 2661 dan Muslim, no. 2770)


Pelajaran penting yang bisa dipetik dari ayat di atas tentang memaafkan:

Memaafkan orang lain adalah sebab Allah memberikan ampunan kepada kita.

Wajibnya memberikan maaf ketika ada yang mau bertaubat dan memperbaiki diri.


Baca Juga : 6 Kebiasaan Rutin Orang-Orang Sukses di Pagi hari 


 

Kejelekan tidaklah dibalas dengan kejelekan, balaslah kejelekan dengan kebaikan. Berikanlah maaf kepada orang yang berbuat jelek kepada kita. Inilah ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk memaafkan yang lain walau berat untuk memaafkan.


وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

 

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)


الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asyu-Syura: 40)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin membuatnya mulia. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim, no. 2588)



Memaafkan yang salah berlaku jika yang salah tersebut tahu akan kesalahan dan kezalimannya, ini dianjurkan. Begitu pula ketika dengan memaafkannya, maka akan lebih menyelesaikan masalah dan kita yang mengalah. Hal ini tidak berlaku jika yang berbuat zalim terus menerus zalim dan melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ


“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (QS. Asy-Syura: 39)


Bersambung ke bagian 2

Saturday 26 March 2016

thumbnail

It is Money!







      Uang selalu jadi topik utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin bisa dikatakan  tanpa uang kita tidak bisa apa-apa. Semua manusia mesti memiliki uang tak terkecuali anak kecil. Bicara soal uang, tak akan mampu menyelesaikan masalah setiap insan di masyarakat, karena uang tanpa dicari tak akan datang. Ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, ada yang pas-pasan hidupnya dengan uang, ada yang sampai berlebihan dengan uang namun uang meresahkan hatinya, bahkan ada yang sampai menuhankan uang, masha Allah. 

       Di zaman yang serba uang ini  hidup semakin sulit, kemiskinan semakin bertambah, kesenjangan meningkat, penjahat semakin lihai. Itulah yang terjadi saat ini, seakan-akan tanpa uang kita tak bisa hidup. Namun, bagi orang yang beriman dan memelihara ketaqwaan, masalah yang berhubungan dengan uang bukanlah masalah yang pelik dan menyempitkan. Karena, sebagai hamba Allah, itu semua dapat dilalui dengan memohon pertolongan Allah dan bersabar. Saya jadi teringat syair lagu Bang Aji, Tiada orang yang tak suka, pada yang bernama rupiah, walaupun harus nyawa menjadi taruhannya, banyak orang yang rela cuma karena rupiah. Karena uang juga persaudaaran menjadi jauh, bahkan terpecah. ada yang bilang "kita berdulur tapi uang tidak", Innalillahi wainalaihi roji'un hancurlah sudah umat ini jika demikian.

       Uang bukanlah sumber kehidupan, uang hanyalah sebuah alat pertukaran. Dengan uang, semua serba mudah untuk diraih. Pada zaman dahulu orang mengadakan pembayaran dengan cara barter atau pertukaran barang. Hal ini terjadi karena manusia menyadari akan kebutuhan dan ketergantungannya antara satu dengan yang lainnya. Yang satu memiliki ikan dan membutuhkan sayur, yang lain memiliki sayur dan membutuhkan ikan, maka terjadilah tukar menukar barang kebutuhan yang disebut dengan barter. Demikian dengan barang-barang yang lainnya. Cara pertukaran barang yang demikian lama-kelamaan mengalami banyak kendala, karena belum tentu barang yang dimiliki dibutuhkan orang lain. Maka terjadilah kesepakatan bahwa barang yang langka dapat ditukarkan dengan bermacam-macam barang, karena barangnya langka dan dibutuhkan banyak orang. Barang-barang yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah barang yang diterima dan dibutuhkan oleh umum. Seiring dengan perkembangan zaman, orang-orang mencari solusi agar dapat melakukan pembayaran dengan mudah, mulai dari menggunakan logam hingga kertas.

      Namun, sebagai orang beriman hendaknya kita waspada akan uang dan harta yang akan kita raih itu. Ingatlah sabda Rasulullah SAW:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata:" Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Binasalah (semoga binasa) hamba dinar, dirham, kain tebal dan sutra. Jika diberi maka ia ridha jika tak diberi maka ia tak ridha." (HR. al-Bukhari) 

      Hamba Dinar maksudnya ialah hamba uang, yakni orang yang menjadikan uang sebagai segalanya tanpa mempedulikan kebutuhannya terhadap Tuhan yang telah menjadikan uang itu sebagai alat pertukaran. Hingga ia lupa bahwa dirinya pun membutuhkan yang lain selain uang.
      Bicara mengenai uang, kemarin kawan  saya baru saja memutuskan untuk tidak membayarkan BPJS lagi. Alasannya pun sangat jelas, yaitu kenaikan iuran BPJS sedangkan keuangannya tak akan mendukung hal itu. Uang adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam program ini, kalau tak pakai uang yah apa mesti pakai daun. Kemudian, pendapatan harian tidak lagi seperti dahulu, dimana harga karet masih di atas normal sedangkan peredaran rupiah di daerah Muratara Propinsi Sumatera Selatan khususnya dominan bergantung pada karet. Ini mungkin cobaan dari Allah untuk kita, agar lebih teliti memanfaatkan rezki yang Allah limpahkan.  Karena uang pula, banyak pemuda (laki-laki) yang menunda untuk menikah. Untuk alasannya pun kembali lagi kepada uang. Permintaan mahar yang terlalu tinggi, yang kadang membuat putus asa bagi pemuda hingga akhirnya memilih jalan pintas (melarikan anak gadis orang), kalau di tempat saya ini disebut “lari maling” atau “berlarian” biasanya mereka akan tinggal di rumah ketua adat, Ketua RT, atau Kadus sebuah kampung. Setelah dilarikan, kemudian keluarga yang bersangkutan mengadakan damai yang sering disebut “ngaku salah”, yang pada akhirnya keluarga sang gadislah yang harus mengalah dan menurunkan harga (maaf) mahar. Padahal, jika saja mereka mengerti islam, islam itu sangat sederhana dan mudah serta memudahkan.  Islam memuliakan wanita yang meminimalkan  mahar, dan menyukai laki-laki yang meninggikan mahar.



Tuesday 22 March 2016

thumbnail

Hati-hati memanggil nama anak dengan alias atau nama panggilan





        Nama yang baik adalah doa, nama yang bagus bak mutiara yang berkilau, jika disebut akan terkenang, jika di tulis akan bersinar laksana silauan mentari di kala siang. Namun, nama kadang disalah artikan oleh nama panggilan atau alias.  Orang tua membuat nama-nama anak mereka kian berharap nama tersebut akan terpajang dalam kemulyaan mereka. Nama yang indah laksana pelangi, menghiasi dengan warna warni, itulah jika mau memilih nama sejati, bolehlah pilih nama-nama nabi. Adalah sebuah kewajiban orang tua membuat nama anak mereka, bukan sembarang mencari nama, namun carilah makna dibalik kata. Itulah doa dibalik nama. Disamping itu juga, Rasulullah pernah bersabda:


 إِنَّ أَحَبَّ أَسمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبدُاللَّهِ وَ عَبدُ الرَّحْمَنِ
 
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
 (HR. Muslim no. 2132)

Karena nama tersebut adalah nama terbaik, sampai-sampai di kalangan para sahabat terdapat sekitar 300 orang yang bernama Abdullah.


Dalam sebuah hadits shahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka dahulu suka memakai nama para nabi dan orang-orang shalih yang hidup sebelum mereka.” (HR. Muslim no. 2135)
 
 
 

      Pada kenyataannya, setelah banyak anak yang beranjak dewasa, mereka malu memakain nama asli, yang telah dibuat ayah ibu mereka, malu karena dinilai nama itu jadul atau kuno atau mungkin tidak keren, malah bilang namanya kere. Contohnya nama Rasulullah Muhammad SAW, ketika remaja oleh anak saat menulis namanya mereka ubah Mhd, Mad, Mamek, dll. padahal itu nama Rasulullah yang indah dan penuh karisma, entah karena malu atau tak tahu hingga berbuat demikian. Selanjutnya nama, Abdullah terkadang kita mendengar nama ini dipanggil Dolah atau Dolet, padahal Abdullah berarti Hamba Allah. Kemudian, akhir-akhir ini ada anak yang menggunakan nama-nama nabi tapi dalam versi  kristiani, contohnya (Maaf) David, kenapa tidak Daud sekalian. Atau Noah padahal kalau di buat versi Arabnya Nuh. Terkadang orang membacanya bukan nama sang nabi, tapi tetap memanggilnya “N O A H”.  Semoga itu tidak terjadi pada sahabat yang terlanjur memilih nama ini, karena nama tetaplah do’a orang tua kepada anaknya agar menjadi pribadi baik sesuai dengan pemilik nama aslinya. 


 
 
        Mencari nama di Al-Qur’an pun mestilah berhati-hati, jika kita bukan orang yang faham Bahasa Arab. Bisa-bisa kita salah memilih nama, padahal kita tahu itu dari Al-Qu’ran. Kita harus bertanya kepada orang yang sholeh, atau yang faham dengan makna arti Al-Qur’an. 
 

Dari tulisan saya di atas, itu hanya opini saya. Karena nama saya pun mengarah ke barat-baratan gitu. Namun saya senang di panggil nama saya kemudian dinisbatkan ke ayah saya.  



Popular Posts