Post With Label CERITA FIKSI - natasabar.com natasabar.com: CERITA FIKSI - All Post
Showing posts with label CERITA FIKSI. Show all posts

Thursday 7 April 2016

thumbnail

Ujang ngembek


Si Ujang baru pertama kali ke kota Palembang, dalam memulai perjalannya ia tidak mendapati sebuah angkutan pun yang lewat. Desanya jarang sekali di lalui oleh kendaraan. Suatu ketika sebuah alat berat perata aspal pun lewat, lantas ia pun menaiki alat berat tersebut.


"Aduh, lamo nian nak sampainyo. Pegal pulo pinggang aku". Kata Si Ujang.
"Dah, aku turun di siko bae, mang". kata Ujang kepada Driver Alat berat tersebut.
Tak lama kemudian lewatlah sebuah angkot yang akan menuju ke Kota.
"Naaah, ini dia mobil yang bagus, daripado mobil yang tadi tuh". Gumam Ujang dalam hati.
Diperjalanan Ujang melihat banyak tiang listrik dipinggir jalan, maklum di desa Ujang belum ada Listrik. 

      "Waw, orang kota jemurannyo tinggi-tinggi nian, alangke repotnyo nak nyari besi pula. Payah jugo hidup di kota, nak bikin jemuran harus naik ke atas". Kata Si Ujang.
 
 mediakomen
 
Setelah sehari perjalanan, akhirnya Ujang sampai juga di rumah saudara sepupunya di Palembang. Ujang pun tidur dan bermalam di sana. Keesokan harinya, saudara sepupunya akan berangkat bekerja, Ia bekerja di pertokoan di Palembang Square.

"Bang, kalo abang nak makan embek sendiri di dalam lemaghi, yo!" Pesan Saudara sepupu Ujang saat ia akan berangkat kerja.
"Iya, Min. Abang akan embeknyo kalo abang lapar". balas Ujang kepada Saudara sepupunya yang bernama AAmin. 

       Jam 8, jam 9, jam 10 telah berlalu, Ujang merasa bosan tinggal sendirian di rumah, hanya televisi yang ia hadapi dari pagi hingga siang.
"Aduh lapar, perut ku. Oh iyo kato Amin tadi kalo lapar embek saja ke dalam lemari" gumam Ujang dalam hati.
Menit Pertama : " Embek"
Menit Kedua : " Embek"
Menit Ketiga : " Embek"
"Mano lah nian, belum kenyang perutku nih, padahal aku lah ngembek ngembek dalam lemari" kata Ujang kesal.
"Mungkin kurang kuat suaroku nih". Pikir Ujang.
Menit selanjutnya Ujang menarik nafas panjang dan berteriak: 
"EEEEEEMMMMMMMMMMMMBEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEK"
Spontan saja tetangga di sebelah rumah saudara sepupunya langsung naik pitam.
"OooOOOOoi, kambeeeeeeeeeng apohal pulo kau nih. Apo lah gilo". *****

Tuesday 29 March 2016

thumbnail

Bocah dan Ayam Hutan



      Di tengah perjalanannya, bocah itu berjumpa dengan ayam hutan yang sedang ketakutan di kejar pemburu. Ayam itu ngos-ngosan hampir kehabisan nafas, tapi ia berhasil lolos dari jeratan si pemburu.

      Si bocah kemudian  menghampiri ayam dan mengambilnya lalu ditenggerkanlah ia ke atas bahu kanannya selanjutnya ia bawa bersama dirinya berjalan.
“Terima kasih, nak. Mungkin jika aku ada di bahumu pemburu tidak akan mengambil aku dari dirimu nak”. Kata si ayam.
“Insya Allah, yam. Berdo’a sajalah moga Allah menyelamatkan kita”. Kata bocah kepada ayam.
“yam, kenapa kamu mau tinggal di hutan, kok tidak suka tinggal bersama ayam kampung?” tanya bocah kepada ayam.
“Memang nenek moyang kami lah yang telah membiasakan kami hidup di hutan, dan kami hanya meneruskan saja”. jawab si ayam.
“Apakah, kamu juga berkokok seperti ayam kampung?” tanya bocah penuh keingintahuan.
“Iya, nak!” jawab ayam.
“Tapi, pernahkah kamu mendengarkan azan?” tanya bocah lagi.
“ia nak, bahkan kami pun juga azan saat waktu fajar. Bangsa kami sering berkokok dan itulah azan kami”. Jawab ayam dengan menyuarakan kokokannya, “kukuruyukkkk!”
“ tapi kenapa kalian tidak sholat, yam?” bocah itu semakin menunjukkan rasa penasarannya.
“Ohh itu ya nak, begini ceritanya, nak. Lihat lutut kami, lutut kami di belakang bukannya ke depan mirip lutut manusia. Lutut kami digunakan untuk menopang kami saat kami duduk, kalau ibu saya saat ia bertelur dan mengeram biasanya menggunakan lutut ini. Jadi, kami tidak bisa sujud seperti manusia. Kalau manusia sudah diciptakan Allah lutut sedemikian rupa agar bisa berlutut dan bersujud dihadapan-Nya”. Ayam hutan itu menjelaskan dengan panjang lebar kepada si bocah.

“Ooh begitu ya, jadi orang dewasa itu mesti belajar sama mu, yam. Kalau mereka tak mau sujud mungkin mereka lebih pantas dipotong ketimbang  kamu. Kamu jangan tersinggung ya, yam. Aku tak akan memotongmu”. Kata bocah. 
      Bocah dan ayam hutan itu akhirnya berhenti di sebuah gubuk reot di tengah hutan yang mereka lalui. Dan mereka pun sepakat untuk beristirahat di sana. Waktu semakin larut Ashar telah berlalu, kini tinggallah matahari yang hampir tenggelam ke ujung maghrib. Dari kejauhan terdengar suara orang berteriak memanggil nama Bocah. Orang-orang itu adalah warga kampung yang tengh mencari si Bocah. Akhirnya mereka menemukan bocah itu di gubuk reot bersama seekor ayam hutan. Bocah itupun pulang ke rumah dengan membawa si ayam hutan.

      Sepulang di rumah, ibu bocah itu teramatlah cemas. Tapi, ia tidak bisa memarahi anaknya, karena ia tahu bahwa itu adalah kelalaiannya dalam mengurus anak. Tiba-tiba, ...
“ Mak, bila aku dewasa nanti akau tidak ingin jadi laki-laki sholehah”. Kata bocah itu.
Ibunya pun terkejut atas pernyataan anaknya.
“Masa’ kamu jadi laki-laki sholehah”. Balas ibunya.
“Iya, mak. Kata ustadz, Kalau laki-laki sholeh sholatnya ke masjid kecuali ada uzur saja dia sholat di rumah. Terus, kalau wanita, lebih utama sholat di rumah daripada sholat di masjid. Naaaah kalau laki-laki sholehah ia lebih banyak shoooolaaat di rumah daripada ke masjid”. Kata bocah itu.
“!!!))(*@&*(*(!&*&#&^&“Bapakmu mana bapakmu”&!!????!@******?” Ibunya bingung.
thumbnail

Bocah dan Kerbau




      Pada suatu hari, seorang bocah berumur 5 tahun tersesat bermain hingga ke pinggir hutan yang disana terdapat banyak binatang liar. Namun, bocah ini tidak ada seekorpun dari binatang-binatang yang berniat mengganggunya dan iapun tidak merasa takut sendirian. Suatu ketika ia berjumpa dengan seekor kerbau milik penduduk yang tengah merumput di sana. Bocah itu pun berbicara kepada si kerbau layaknya berjumpa dengan kenalan baru yang akan menjadi sahabatnya.
“ Hai kerbau, apa pekerjaanmu, kenapa kau ada di sini?” tanya bocah itu.
“Aku mencari makan, nak.”. Jawab kerbau.
 “kenapa jauh sekali dari kandangmu, nanti tuanmu mencarimu”. Lanjut si bocah tadi.
“Itu sudah biasa nak, mereka nanti akan mencariku di sini, karena di sinilah tempat ku bermain dan mencari makan. Kamu sendiri kenapa di sini?”. Kata kerbau.
“oooh, bergitu ya, bau”.
“Aku tak tau jalan ke rumah, tapi aku tidak takut”, jawab si bocah.
“Ya, hati-hati ya nak. Di hutan banyak hewan buas”. Kata kerbau.

Sesaat kemudian......
“Kerbau, kerbau apakah kamu mendengar suara itu?” si bocah lanjut bertanya sambil menunjuk ke arah datangnya suara.
“ Itu azan zhuhur, nak. Memangnya kenapa?.” Kerbau balik bertanya.
“aku di kampung sering mendengarkan itu!” bocah berkata menandakan ia tidak tahu.
“maksudnya, azan itu memanggil orang-orang untuk sholat berjamaah ke Masjid”. Kata  Kerbau menjelaskan.
“oooh begitu ya. Tapi kenapa kamu tidak sholat. Kalau aku kan masih kecil, belum baligh?” tanya bocah lagi.
“sholat diwajibkan buat manusia dan jin saja nak, kalau saya tidak. Tapi kami bangsa kerbau selalu berzikir kepada Allah sepanjang waktu. Kami juga bersujud kepada Allah dengan cara kami sendiri, begitupun juga hewan lain”. Kata Kerbau memberikan penjelasan.
“Kalau begitu kamu lebih baik daripada orang yang tidak mau sholat dan berpura-pura tidak mendengarkan azan”. Kata si bocah.
“ Kok bisa nak?” tanya kerbau heran.
“Lah iyalah, masa’ kerbau saja mau mengingat Allah, sedangkan mereka orang dewsa banyak yang tidak mau mengingat Allah.” Kata si bocah.
“Benar juga katamu, nak”. Kata kerbau.
Akhirnya bocah itupun pamit kepada kerbau dan berjalan hingga ke dalam hutan.

Friday 25 March 2016

thumbnail

Si Kulop Ali Part. 3



    



     Doa sang ibu kepada Allah menyeruak dalam ingatan Kulop Ali. Ia berharap agar apa yang diharapkan ibunya untuk dirinya akan terjadi. ibu Kulop Ali. Ibu Kulop Ali berharap agar ia memiliki seorang menantu dan memiliki cucu, mengingat kondisi kesehatannya semakin mengkhawatirkan maka ia pun ingin segera itu terjadi.

       Dulu, sewaktu sekolah Si Kulop Ali bukan termasuk anak yang pandai dan cerdas, ia lebih sering bergaul dengan sahabat-sahabatnya yang ugal-ugalan. Ayahnya adalah seorang Tentara yang pernah bertugas di perbatasan Papua dan baru saja pensiun dari tugasnya, ibunya sudah lama sakit-sakitan. Si Kulop memang tidak banyak belajar agama, sholat pun sudah lama tak dikerjakan, bahkan iapun lupa bagaimana sholat itu dikerjakan. Kenakalan yang ia dapati dari pergaulan telah menjauhinya dari agama.  Padahal ayah dan ibunya adalah orang yang boleh dikatakan rajin beribadah. Saat kakeknya masih ada di dunia, Kakeknya mengajar ngaji di desa. Banyak orang-orang belajar kepada kakeknya.
Minggu ini, Annisa memberi kabar baik kepada Si Kulop Ali, bahwa salam yang ia titipkan telah berbalas. 

“ Bang Ali, Zahra juga titip salam buat Abang, ia bahkan memberikan Pin BB nya buat abang!” Kata Annisa  kepada Si Kulop Ali. Bukan main girangnya hati si Kulop Ali, Pucuk Cinta Ulam Pun Tiba. Tapi hati Kulop Ali tetap gelisah, karena ia merasa bersalah, dan ia merasa bahwa dirinya adalah pencuri yang pernah dihajar Zahra. 

“Kenapa abang diam?” tanya Annisa kepada Si Kulop Ali, hingga si Kulop terkejut.
“ Ohh, tidak apa-apa!” Jawab Kulop Ali.
“Oh ya terima kasih, ya atas bantuannya”. Lanjut Kulop Ali
“ Sama-sama Bang”. Jawab Annisa.

Si Kulop Ali, mulai memainkan jarinya di tas tombol-tombol Blackberry yang ia miliki.
“e..1..3..2..5..7..8..f..e” angka dan huruf pun ia ketikkan di tombol BB.
Di ujung  sana seorang dara juga sedang memperhatikan Hape-nya, undangan BBM pun diterimanya.
Gadis itu agak terkejut, karena yang ia lihat di hape adalah gambar seorang pernah ia pukul.
“ Hai, apa kabar?” itulah kata yang terkirim di BBM Kulop Ali saat pertama kali ia berkenalan.
“baik”. Balas sang gadis.

“ Bolehkan aku mengenalmu. Aku sudah berjanji akan berubah dan kini aku terus belajar untuk menjadi baik, saat kau pukul aku ternyata kau telah menyadarkan aku. Terimalah salam persahabatan ini.” Kalimat panjang telah terbaca oleh sang gadis, rasa haru dihati membuat ia terdiam sesaat. Ia merasa tidak mungkin seorang yang pernah mencuri menjadi sahabatnya.
Tiada  balasan pun yang diterima si Kulop. Kulop pun mulai gelisah, jangan-jangan Zahra tidak ingin mengenalnya. Satu hari, dua hari, tiga hari belum juga ada balasan di Hape BBM-NYA.

       Orang-orang yang hadir di persepsi pernikahan malam, berangsur-angsur perlahan pergi. Setelah mengucapkan selamat dan mendoakan sang pengantin. Si pengantin pria sangatlah bahagia, terlihat di wajahnya bak bulan purnama. Sang Istri pun tak kalah bahagia, bahagia karena ia telah memenuhi keinginan orang tuanya agar ia segera berumah tangga. Usia yang sudah begitu dewasa, mungkin itulah yang mengkhawatirkan hati orang tuanya. Irama musik tradisional mengalun dengan syair-syair yang indah menghiasi malam sang pengantin berdua. Mata Kulop Ali masih melihat jauh ke suatu tempat di dalam pikirannya.
“ Bu, aku mau nikah!” Kata Kulop Ali saat menghampiri ibunya dan mengejutkan ibunya yang saat itu sedang duduk di tepi jendela.      Ayahnya sudah tertidur di kamar
“ Nikah. Nikah dengan siapa?” Tanya Ibunya.
“ Dengan anak pak haji Karman.” Jawab si Kulop.
“ Memangnya kamu pacaran sama anak pak haji?” Tanya Ibunya penasaran.
“Tidak bu, tapi aku tahu  dia”. Jawab Kulop Ali.
“Boleh kan, Bu”. Lanjut Kulop Ali memelas dan merayu ibunya.
Ibu Kulop Ali masih lingliung heran dengan keinginan anak semata wayangnya. Tapi yang namanya jodoh itu sudah diatur oleh yang maha kuasa, yakni Allah subhanahu wata’ala. Tiba-tiba ibu si Kulop melanjutkan kata-katanya.
“Ya baiklah, jum’at besok ibu akan ke sana dengan ayahmu”. 
Acara lamaran pun dimulai, pagi  jum’at  itu, ibu dan ayah si Kulop mendatangI rumah pak Haji Karman. Mereka disambut ramah oleh sang punya rumah dan dipersilahkan duduk di ruang tamu. Jam dinding menunjukkan Pukul Sembilan, dua  jam lagi sholat Jum’at akan dilaksanakan.
“ Bang Soleh, rasanya sudah lama kita tak bertemu, sekarang bagaimana kabar abang?” Haji Karman membuka pembicaraan mereka. Mereka duduk berhadapan di atas kursi sofa berukir, istri pak soleh duduk di sebelahnya. Haji Karman dan Soleh sudah saling kenal bahkan mereka adalah sahabat lama.
“ Ia, Man. Saya lama bertugas di Papua, Alhamdulillah sekarang sehat-sehat saja”. Jawab  Pak Soleh yang tak lain adalah ayahnya Si Kulop Ali.
“ Kira-kira angin apa yang membawa abang dan kakak kemari?” Lanjut Haji Karman.







Tuesday 22 March 2016

thumbnail

Si Kulop Ali Part. 2



    

 Sejak ia sadar, Si Kulop sering juga mendengar pengajian-pengajian di Masjid kampung tetangga. Tapi, emang dasar si Kulop, belajar agama tidak dengan sepenuh hati. Ia selalu terlambat datang di pengajian yang ia hadiri, terkadang orang hampir usai pengajian baru muncul. Kulop, kulop.


       “Aku harus bisa menjadi suami si wanita berhijab itu, pokoknya harus”. Kata Si Kulop dalam hati.

         Inilah takdir si Kulop Ali, ia memang menemui jodohnya di dekat di kampungnya sendiri. Pada suatu sore, Kulop mencoba menghampiri tetangganya yang  juga masih sepupunya, Anisa namanya.

“An, kamu kenal tidak gadis yang berhijab yang tinggal di rumah di dekat pohon beringin tua di ujung kampung kita ini”. Tanya Kulop Ali.

“Oooh yang itu ya, Zahra namanya, aku sudah lama kenal dia, dia itu jago silat loh....Kenapa Abang Naksir yah. Awas ya bang kalau abang macam-macam sama dia nanti abang di Tonjoknya”. Jawab Annisa.

“ Kok Gitu, Abang kan serius!” Kata Kulop Ali.

“ Iya..iya bang, An kan hanya bercanda”. Annisa sambil senyum-senyum.

“ Emangnya, abang perlu apa sama dia?”. Tanya Annisa penasaran.


“ Cuma ...Cuma...Cuma, anu maksudnya Cuma mau kasih salam ke dia”. Jawab Kulop malu-malu.
“Abang serius, nih” Lanjut Si Kulop.


“ Iya bang besok An sampaikan salam abang ke dia, sekarang sudah sore, sebentar lagi maghrib.


       Sebenarnya, Kulop Ali mencuri hanya karena pengaruh teman-temannya Si Ogut dan Dulah. Namun sebenarnya ia anak yang baik dan ia juga pernah belajar di Madrasah Tsanawiyah swasta di Desa, walau cuma seminggu. Cuma gengsi lah yang telah mengalahkan kebaikan si Kulop hingga ia terjerumus dalam kenakalan anak muda. Orang tua si Kulop adalah seorang yang cukup di segani di kampungnya, karena mereka selalu ramah terhadap tetangga.  Sudah pernah ada warga desa yang mengadu ke orang tua Kulop, mengenai kenakalan si kulop. Tapi, orang tua si Kulop selalu berbesar hati untuk menasehati anaknya. Walaupun anak jahat, tidak ada orang tua yang ingin anaknya celaka baik di dunia maupun di akhirat. Hingga suatu malam, di saat kesunyian menyelimuti rumah kediaman si Kulop dan orang tuanya itu. Terdengar lantunan doa-doa yang indah terucap dari bibir sang ibu. Saat itu si Kulop, terjaga karena ingin ke kamar mandi. Si Kulop mendengar rintihan ibunya itu dari balik pintu kamar orang tuanya..... Bersambung
 

Popular Posts