"Rambut Rasulullah saw mencapai pertengahan kedua telinganya." (Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Ismail bin Ibrahim, dari Humaid yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
"Rasulullah saw. adalah seorang yang berbadan sedang, kedua bahunya bidang,
sedangkan rambutnya menyentuh kedua daun telinganya." (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani', dari Abu Qathan, dari Syu'bah dari Abi Ishaq yang bersumber dari al Bara' bin `Azib r.a.)
"Rambut Rasulullah saw. tidak terlampau keriting, tidak pula lurus kaku,
rambutnya mencapai kedua daun telingannya. " (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Wahab bin Jarir bin Hazim, dari Hazim yang bersumber dari Qatadah)
"Sesungguhnya Rasulullah saw., dulunya menyisir rambutnya ke belakang,
sedangkan orang-orang musyrik menyisir rambut mereka ke kiri dan ke kanan,
dan Ahlul Kitab menyisir rambutnya ke belakang. Selama tidak ada perintah lain,
Rasulullah saw. Senang menyesuaikan diri dengan Ahlul Kitab.
Kemudian,Rasulullah saw. menyisir rambutnya ke kiri dan ke kanan." (Diriwayatkan oleh Suwaid bin Nashr dari `Abdullah bin al Mubarak, dari Yunus bin Yazid, dari az Zuhri, dari `Ubaidilah bin `Abdullah bin `Utbah, yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
"Rasulullah saw. sering meminyaki rambutnya, menyisir janggutnya dan sering
waktu menyisir rambutnya beliau menutupi (bahunya) dengan kain kerudung.
Kain kerudung itu demikian berminyak seakan-akan kain tukang minyak." (Diriwayatkan oleh Yusuf bin'Isa, dari Rabi' bin Shabih, dari Yazid bin aban ar Raqasyi*, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
Aban ar Raqasyi dikenal sebagai orang yang dinilai munkar periwayatannya. Hadist ini sangat berlawanan dengan kebanyakan hadist shahih, yang menerangkan tentang kebersihan dan penampilan terpuji dari Rasulullah saw. (Muhammad `Afif az Za'bi).
"Rasulullah saw. melarang bersisir kecuali sekali-kali. " (Diriwayatkan oleh Muhammad Basyar, dari Yahya bin Sa'id,dari Hisyam bin Hasan, dari al Hasan Bashri, yang bersumber dari `Abdullah bin Mughaffal r.a.*)
*Yang dilarang ialah bersisir layaknya wanita pesolek.Abdullah bin Mughaffal r.a. dalah sahabat Rasulullah saw. Yang masyhur, ia adalah salah seorang peserta "Bai'tus Syajarah", wafat pada tahun 60 H ada pula yang mengatakan tahun 57 H.
Jika kita ingin menyimak kisah sahabat nabi Saw yang satu ini, mungkintidak akan cukup satu, dua, tiga atau beberapa lembar kertas. Karena begitu banyaknya kisah beliau ini. namun pada kesempatan ini blogger akan menyalin cerita beliau (Umar) mengenai karomah dan keutamaan beliau.
Sebelum masuk Islam Umar bin Khattab R.A pernah
ingin membunuh Nabi Muhammad SAW. Dia sangat ditakuti oleh kaum Muslimin pada
saat itu. Namun ketika pintu hidayah masuk kedalam hatinya. Maka keadaan Islam
semakin kuat. Dan penyebaran Islampun dapat dilakukan dengan terang-terangan.
Berikut kisah Karomah Umar bin Khattab R.A,
semoga kisah ini akan memberikan Inspirasi untuk menambah keimanan kita Kepada
Allah SWT.
Kisah
Pertama
Sariyah bin Zanin Al-Khulaji
mengisahkan bahwa ketika Umar bin Khattab R.A menjadi Amirul Mukminin, ia
pernah mengutus pasukan islam dibawah kepemimpinannya. Pasuikan itu ditugaskan
ke Nawahunda untuk menghadapi pasukan Persia.
Jumlah pasukan Persia jauh
lebih besar sehingga hampir saja pasukan muslimin terkalahkan. Pada saat itu Umar
bin Khattab R.A sedang berkhutbah di Masjid Nabi di Madinah. Ditengah khutbahnya
beliau berteriak dengan lantang diatas mimbar “Hai Pasukan Muslimin, Naiklah keatas
gunung”
Seruan itu diperdengarkan
oleh Allah kepada pasukan Islam yang sedang bertempur menghadapi musuh. Mendengar
seruan itu, maka pasukan muslimin segera naik keatas gunung seraya berkata “
Itu tadi suara Amirul Mukminin, Umar bin Khattab” Akhirnya, kaum muslimin pun
dapat bertahan dan mendapatkan kemenangan”
Kisah
Ke-2
Imam Haramain meriwayatkan
bahwa pernah terjadi masa Umar bin Khattab R.A Gempa bumi. Umar bin Khattab R.A
bertakbir dan bertahmid sedangkan bumi masih saja bergetar. Setelah umar bertakbir
dan bertahmid umar segera memukulkan cemetinya ketanah sambil berkata “ Hai
bumi tenanglah kamu Atas Izin Allah”
Seketika itu, bumi pun
berhenti bergetar dan kembali tenang
Kisah
Ke-3
Diriwayatkan bahwa ketika Pasukan
Islam yang dibawah kepemimpinan Amar bin Ash berhasil menaklukkan Negeri Mesir.
Mereka mendapatkan sungai Nil telah kering. Rakyat Mesir memberitahukan bahwa
Sungai Nil itu dapat berjalan setelah melemparkan seorang putri sebagai tumbal bagi
dewa, seperti yang biasa mereka lakukan setiap musim kering.
Kemudian Amar bin Ash
melaporkan kejadian tersebut kepada Khalifah Umar bin Khattab R.A dan meminta
pendapatnya. Lalu Umar menulis surat
kepada Amr bin Ash yang isinya memerintahkan Amar untuk melemparkan surat
khusus umar untuk sungai Nil.
Ketika Amar membuka surta
tersebut didalamya hanya tertuli
“Dari Umar bin Khattab
kepada Sungai Nil Mesir. Amma ba’du.
Jika kamu mengalir dengan
kehendakmu, Janganlah kamu mengalir. Namun, jika Kamu mengalir dengan Kehendak
Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, Kami Memohon kepada Allah Yang Maha Esa
dan Maha Perkasa untuk mengalirkanmu ! “
Amar Lalu melempakan surat
tersebut kedalam sungat Nil sesuai perintah Khalifah Umar bin Khattab R.A. Atas
Izin Allah SWT, maka disaat malam hari tiba, Sungai Nil tersebut kembali mengalirkan
air sehingga memberikan sumber hidup bagi seluruh penduduk Mesir, yang hampir
saja mereka tinggalkan untuk mengungsi ketempat yang lain.
Kisah
Ke-4
Diriwayatkan dari Imam
Fakhrur Razi bahwa pernah seorang utusan Kaisar Romawi datang untuk menemui
Khalifah Umar bin Khattab R.A. Utusan itu membayangkan pasti Umar bin Khattab R.A
adalah tinggal di Istana megah yang dijaga ketat oleh para pengawal yang gagah
perkasa. Karena beliau adalah pemimpin yang ditakuti oleh para musuhnya.
Ketika sanga Utusan tiba di
Madinah, ia bertanya-tanya dimanakah Istana tempat tinggal Umar ??
Namun setiap Orang yang
ditemuinya menjawab bahwa Umar tidak tinggal didalam istana. Tetapi tinggal
disebuah rumah yang terbuat dari bahan bangunan yang sederhana. Ini membuat
utusan menjadi tambah bingung ?? Mana mungkin Pemimpin yang paling ditakuti oleh
Musuh-musuhnya tinggal dirumah yang sederhana. Apalagi wilayah kekuasaanya pun
sangat luas.
Utusan itu menuju padang
pasir karena masyarakat memberitahukan bahwa Umar biasa berada disana. Sesampai
disana, ia mendapati Umar bin Khattab sedang tertidur pulas diatas padang pasir
tanpa dikawal oleh seorang pun.
Utusan tersebut sangat heran
melihat keadaan tersebut, ia sangat takjub melihat keadaan Umar. Seorang pemimpin
yang begitu ditakuti namun tampak begitu sederhana.
Namun melihat tidak ada
seorang pun yang menjaganya, hatinya bergerak untuk membunuh Umar dengan
pedangnya sendiri. Dan berfikir dia akan mendapatkan penghargaan besar dari Kaisar
Romawi.
Ketika hendak membunuhnya,
tiba-tiba muncul dua ekor singa besar datang menuju kearahnya. Kontan saja ia
pun lari terbirit-terbirit dan membuang pedangnya.
Umar pun terbangun karena
mendengar suara utusan tersebut, dan beliau mendapati utusan tersebut dalam
keadaan ketakutan yang sangat. Umar pun menanyakan apa yang terjadi. Utusan
tersebut menceritakan semua kejadian yang ia alami. Dengan sebab itu sang
utusan menyatakan diri untuk masuk Islam dihadapan sang Umar.
"Aku pernah melihat khatam (kenabian)…. Ia terletak antara kedua bahu
Rasulullah saw. Bentuknya seperti sepotong daging berwarna merah sebesar
telur burung dara." (Diriwayatkan oleh Sa'id bin Ya'qub at Thalaqani dari Ayub bin Jabir, dari Simak bin Harbyang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
"Apabila `Ali k.w. menceritakan sifat Rasulullah saw. maka ia akan bercerita
panjang lebar. Dan ia akan berkata: `Diantara kedua bahunya terdapat Khatam
kenabian, yaitu khatam para Nabi. (Diriwayatkan oleh Ahmad bin `Ubadah ad Dlabi `Ali bin Hujr dan lainnya, yang mereka terima dari Isa bin Yunus dari `Umar bin `Abdullah, dari `Ibrahim bin Muhammad yang bersumber dari salah seorang putera `Ali bin Abi Thalib k.w.)
Dalam suatu riwayat, Alba'bin Ahmar al Yasykuri mengadakan dialog dengan
Abu Zaid `Amr bin Akhthab al Anshari r.a. sbb: "Abu Zaid berkata: `Rasulullah
saw bersabda kepadaku : `Wahai Abu Zaid mendekatlah kepadaku dan usaplah
punggungku'. Maka punggungnya kuusap, dan terasa jari jemariku menyentuh
Khatam. Aku (alba' bin Ahmar al Yasykuri) bertanya kepada Abu Zaid: `Apakah
Khatam itu?' Abu Zaid menjawab: `kumpulan bulu-bulu*'. (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Abu `Ashim dari `Uzrah bin Tsabit yangbersumber dari Alba'bin Ahmar al Yasykuri)
ket:
*Ia mengatakan kumpulan bulu-bulu dikarenakan ia hanya dapat merasakan dengan rabaantangannya saja, tidak melihat dengan mata kepala. Jadi yang dikatakan itu hanya berdasar rabaan belaka, yang teraba olehnya adalah bulu yang tumbuh di sekitar Khatam Sumber : Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW
Terkadang saat sholat selalu saja ada gangguan yang datang. Seperti saat ingat Kunci Motor yang sebelumnya kita sudah mencari kesana kemari namun tak kunjung ketemu, eeeeh pada waktu sholat muncul tuh ingatan tentang si kunci tadi. itulah kerjaannya setan yang bernama Khanzab yang khusus menggoda kita sewatu sholat. Mari kita dengar tausiyah berikut ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
Abu Bakar
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari.
Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu.
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu, kepada hati yang lalai, dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad kepada generasi pertama.
Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara utuh, karena hal itu sulit diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini akan menyuplikkan sebagian teks-teks syariat yang menjelaskan tentang kemuliaan Abu Bakar.
Nasab dan Karakter Fisiknya
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Luai.
Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.
Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).
Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.
Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Keutamaan Abu Bakar
– Orang yang Rasulullah Percaya Untuk Menemaninya Berhijrah ke Madinah
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah: 40)
Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.
Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab, ‘Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.
– Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya
Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah’.
Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan khutbahnya,
“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”
Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah
Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).”
– Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga
Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha menyusulnya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.
Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab, “Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.” Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”
Penutup
Demikianlah Abu Bakar ash-Shiddiq dengan keutamaan-keutamaan yang ada padanya. Sebuah keistimewaan yang mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, kita dijamin surga, menjadi kekasih Rasul, orang kecintaan Rasulullah, dan sahabat dekatnya. Lalu bagaimana bisa di hari ini ada orang yang merendahkan kedudukan beliau, setelah Allah dan Rasul-Nya memuliakan dia?
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari sifat buruk yang merendahkan wali-Nya, menjadi musuh orang yang Dia cintai. Semoga Allah meridhai Abu Bakar ash-Shiddiq.
hafidz (penghafal Al-Qur’an) dan qari (pelantun Al-Qur’an) asal Indonesia
yang dikenal luas dalam skala nasional bahkan internasional. Hal ini
dikarenakan beliau pernah menjuarai Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
tingkat nasional maupun tingkat internasional pada dasawarsa 1980-an. H. Muammar Zainal Asyikin atau yang lebih
dikenal sebagai Muammar ZA. lahir di Pemalang pada 14 Juni 1954. Beliau
merupakan seorang
Hasil tersebut tidak terlepas dari
ketekunannya mendalami seni baca Al-Qur’an yang dimulai pada tahun 1962
ketika beliau berusia 7 tahun dan ketika itu menjuarai MTQ tingkat
anak-anak di Kabupaten Pemalang. Dan salah satu yang melegenda adalah
rekaman pembacaan (tilawah) Qur’an secara duet yang dilakukannya bersama
dengan H. Chumaidi yang hingga sekarang amat populer dan dianggap
sebagai terobosan dalam cara presentasi tilawah.
H. Muammar ZA. adalah putra ketujuh dari
sepuluh bersaudara (hanya sembilan yang mencapai dewasa) anak pasangan
H. Zainal Asyikin dan Hj. Mu’minatul Afifah, yang juga merupakan tokoh
agama di desanya. Beliau dilahirkan di Dusun Pamulihan Warungpring
Kecamatan Moga, kurang lebih 40 KM sebelah selatan ibu kota Kabupaten
Pemalang. Adik beliau yang bernama Imron Rosyadi ZA., juga mengikuti
jejaknya menjadi qari nasional setelah menjuarai MTQ.
H. Muammar ZA. menikah dengan Syarifah Nadiya, seorang wanita asal Aceh.
Dari hasil pernikahannya pada tahun 1984 tersebut, pasangan H. Muammar
ZA. dan Syarifah Nadiya dikaruniai seorang putri dan empat putra, mereka
adalah Lia Farah Diza, Ahmad Syauqi Al Banna, Husnul Adib Al Fasyi,
Rayhan Al Bazzy, dan si bungsu Ammar Luaiyan Ad Daany.
Pada tahun 2002, H. Muammar ZA. mendirikan Pesantren Ummul Qura di Cipondoh, Tangerang, yang salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan cita-citanya mencetak qari dan qari’ah berkualitas internasional.
Seorang laki-laki yang mulia dan memiliki peranan yang
besar dalam sejarah Islam, seorang panglima Islam, serta kebanggaan suku
Kurdi, ia adalah Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadi atau
yang lebih dikenal dengan Shalahuddin al-Ayyubi atau juga Saladin. Ia
adalah seorang laki-laki yang mungkin sebanding dengan seribu laki-laki
lainnya.
Masa Pertumbuhannya
Shalahuddin al-Ayyubi adalah laki-laki dari kalangan ‘ajam
(non-Arab), tidak seperti yang disangkakan oleh sebagian orang bahwa
Shalahuddin adalah orang Arab, ia berasal dari suku Kurdi. Ia lahir pada
tahun 1138 M di Kota Tikrit, Irak, kota yang terletak antara Baghdad
dan Mosul. Ia melengkapi orang-orang besar dalam sejarah Islam yang
bukan berasal dari bangsa Arab, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Tirmidzi, dan lain-lain.
Karena suatu alasan, kelahiran Shalahuddin memaksa ayahnya untuk
meninggalkan Tikrit sehingga sang ayah merasa kelahiran anaknya ini
menyusahkan dan merugikannya. Namun kala itu ada orang yang
menasihatinya, “Engkau tidak pernah tahu, bisa jadi anakmu ini akan
menjadi seorang raja yang reputasinya sangat cemerlang.”
Dari Tikrit, keluarga Kurdi ini berpindah menuju Mosul. Sang ayah,
Najmuddin Ayyub tinggal bersama seorang pemimpin besar lainnya yakni
Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki memuliakan keluarga ini, dan
Shalahuddin pun tumbuh di lingkungan yang penuh keberkahan dan kerabat
yang terhormat. Di lingkungan barunya dia belajar menunggang kuda,
menggunakan senjata, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat mencintai
jihad. Di tempat ini juga Shalahuddin kecil mulai mempelajari Alquran,
menghafal hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mempelajari bahasa dan sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Sang Menteri di Mesir
Sebelum kedatangan Shalahuddin al-Ayyubi, Mesir merupakan wilayah
kekuasaan kerajaan Syiah, Daulah Fathimiyah. Kemudian pada masa
berikutnya Dinasti Fathimiyah yang berjalan stabil mulai digoncang
pergolakan di dalam negerinya. Orang-orang Turki, Sudan, dan Maroko
menginginkan adanya revolusi. Saat itu Nuruddin Mahmud, paman
Shalahuddin, melihat sebuah peluang untuk menaklukkan kerajaan Syiah
ini, ia berpandangan penaklukkan Daulah Fathimiyyah adalah jalan lapang
untuk membebaskan Jerusalem dari kekuasaan Pasukan Salib.
Nuruddin benar-benar merealisasikan cita-citanya, ia mengirim pasukan
dari Damaskus yang dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh untuk membantu
keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi, di Mesir. Mengetahui kedatangan
pasukan besar ini, sebagian Pasukan Salib yang berada di Mesir pun lari
kocar-kacir sehingga yang dihadapi oleh Asaduddin dan Shalahuddin
hanyalah orang-orang Fathimyah saja. Daulah Fathimiyah berhasil
dihancurkan dan Shalahuddin diangkat menjadi mentri di wilayah Mesir.
Namun tidak lama menjabat sebagai menteri di Mesir, dua bulan kemudian
Shalahuddin diangkat sebagai wakil dari Khalifah Dinasti Ayyubiyah.
Selama dua bulan memerintah Mesir, Shalahuddin membuat
kebijakan-kebijakan progresif yang visioner. Ia membangun dua sekolah
besar berdasarkan madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini ia tujukan
untuk memberantas pemikiran Syiah yang bercokol sekian lama di tanah
Mesir. Hasilnya bisa kita rasakan hingga saat ini, Mesir menjadi salah
satu negeri pilar dakwah Ahlussunnah wal Jamaah atau Sunni. Kebijakan
lainnya yang ia lakukan adalah mengganti penyebutan nama-nama khalifah
Fathimiyah dengan nama-nama khalifah Abbasiyah dalam khutbah Jumat.
Menaklukkan Jerusalem
Persiapan Shalahuddin untuk menggempur Pasukan Salib di Jerusalem
benar-benar matang. Ia menggabungkan persiapan keimanan (non-materi) dan
persiapan materi yang luar biasa. Persiapan keimanan ia bangun dengan
membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari dada-dada kaum muslimin dengan
membangun madrasah dan menyemarakkakn dakwah, persatuan dan kesatuan
umat ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran mereka menghadapi Pasukan
Salib. Dengan kampanyenya ini ia berhasil menyatukan penduduk Syam,
Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di bawah satu komando. Dari persiapan
non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan dengan cita-cita yang sama
dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.
Dari
segi fisik Shalahuddin mengadakan pembangunan makas militer,
benteng-benteng perbatasan, menambah jumlah pasukan, memperbaiki
kapal-kapal perang, membangun rumah sakit, dll.
Pada tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang cukup berat,
namun dari situ tekadnya untuk membebaskan Jerusalem semakin membara. Ia
bertekad apabila sembuh dari sakitnya, ia akan menaklukkan Pasukan
Salib di Jerusalem, membersihkan tanah para nabi tersebut dari
kesyirikan trinitas.
Dengan karunia Allah, Shalahuddin pun sembuh dari sakitnya. Ia mulai
mewujudkan janjinya untuk membebaskan Jerusalem. Pembebasan Jerusalem
bukanlah hal yang mudah, Shalahuddin dan pasukannya harus menghadapi
Pasukan Salib di Hathin terlebih dahulu, perang ini dinamakan Perang
Hathin, perang besar sebagai pembuka untuk menaklukkan Jerusalem. Dalam
perang tersebut kaum muslimin berkekuatan 63.000 pasukan yang terdiri
dari para ulama dan orang-orang shaleh, mereka berhasil membunuh 30000
Pasukan Salib dan menawan 30000 lainnya.
Setelah menguras energy di Hathin, akhirnya kaum muslimin tiba di
al-Quds, Jerusalem, dengan jumlah pasukan yang besar tentara-tentara
Allah ini mengepung kota suci itu. Perang pun berkecamuk, Pasukan Salib
sekuat tenaga mempertahankan diri, beberapa pemimpin muslim pun menemui
syahid mereka –insya Allah- dalam peperangan ini. Melihat keadaan ini,
kaum muslimin semakin bertambah semangat untuk segera menaklukkan
Pasukan Salib.
Untuk memancing emosi kaum muslimin, Pasukan Salib memancangkan salib
besar di atas Kubatu Shakhrakh. Shalahuddin dan beberapa pasukannya
segera bergerak cepat ke sisi terdekat dengan Kubbatu Shakhrakh untuk
menghentikan kelancangan Pasukan Salib. Kemudian kaum muslimin berhasil
menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Setelah itu, jundullah menghancurkan menara-menara dan benteng-benteng al-Quds.
Pasukan Salib mulai terpojok, merek tercerai-berai, dan mengajak
berunding untuk menyerah. Namun Shalahuddin menjawab, “Aku tidak akan
menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu
tidak menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan
Jerusalem)”. Namun pimpinan Pasukan Salib, Balian bin Bazran, mengancam
“Jika kaum muslimin tidak mau menjamin keamanan kami, maka kami akan
bunuh semua tahanan dari kalangan umat Islam yang jumlahnya hampir
mencapai 4000 orang, kami juga akan membunuh anak-anak dan istri-istri
kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta benda,
menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar,
dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan! Satu
orang dari kami akan membunuh satu orang dari kalian! Kebaikan apalagi
yang bisa engkau harapkan!” Inilah ancaman yang diberikan Pasukan Salib
kepada Shalahuddin dan pasukannya.
Shalahuddin pun mendengarkan dan menuruti kehendak Pasukan Salib
dengan syarat setiap laki-laki dari mereka membayar 10 dinar, untuk
perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2 dinar. Pasukan Salib pergi
meninggalkan Jerusalem dengan tertunduk dan hina. Kaum muslimin berhasil
membebaskan kota suci ini untuk kedua kalinya.
Shalahuddin memasuki Jerusalem pada hari Jumat 27 Rajab 583 H / 2
Oktober 1187, kota tersebut kembali ke pangkuan umat Islam setelah
selama 88 tahun dikuasai oleh orang-orang Nasrani. Kemudian ia
mengeluarkan salib-salib yang terdapat di Masjid al-Aqsha,
membersihkannya dari segala najis dan kotoran, dan mengembalikan
kehormatan masjid tersebut.
Wafat
Shalahuddin wafat
meninggalkan dunia yang fana ini pada usia 55 tahun, pada 16
Shafar 589 H bertepatan dengan 21 Febuari 1193 di Kota Damaskus. Ia
meninggal karena mengalami sakit demam selama 12 hari. Orang-orang ramai
menyalati jenazahnya, anak-anaknya Ali, Utsman, dan Ghazi turut hadir
menghantarkan sang ayah ke peristirahatannya. Semoga Allah meridhai,
merahmati, dan membalas jasa-jasa engkau wahai pahlawan Islam, sang
pembebas Jerusalem.
Sumber: Shalahuddin al-Ayyubi Bathalu al-Hathin oleh Abdullah Nashir Unwan Shalahuddin al-Ayyubi oleh Basim al-Usaili Shalahuddin al-Ayyubi oleh Abu al-Hasan an-Nadawi Islamstroy.com KisahMuslim.com